Naqoura (26/1) Menyusul jatuhnya pemerintahan pimpinan PM Saad Hariri, Lebanon memasuki krisis baru. Krisis terbaru ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika Saad Hariri sejak awal bersedia mendengar suara dan imbauan dari kubu 8 Maret yang memintanya untuk bersikap independen, bukan mengekor kepada kebijakan Barat terutama AS. Keputusan Hariri untuk lebih mendengar suara AS daripada kubu-kubu politik dalam negeri disikapi tegas oleh Hizbullah dan koalisinya di kelompok 8 Maret. Mereka menarik 10 menteri dari kabinet dan seorang menteri lain yang ditetapkan oleh Presiden juga ikut mengundurkan diri. Pengunduran diri 11 Menteri secara konstitusional telah menjatuhkan keabsahan kabinet untuk melanjutkan tugas pemerintahan. Langkah 8 Maret adalah pesan terbuka kepada Hariri dan kelompoknya bahwa keputusan internal harus diambil di Lebanon bukan di Gedung Putih.
Kamis 13 Januari, Presiden Lebanon Michel Sleiman secara resmi mengumumkan bubarnya kabinet persatuan Lebanon yang dipimpin Saad Hariri. Pada saat yang sama, Michel Sleiman tetap meminta Saad Hariri untuk melanjutkan tugas-tugasnya. Patut dicermati bahwa krisis Lebanon muncul dari sikap Saad Hariri yang tidak peduli dengan upaya negara-negara Arab seperti Arab Saudi dan Suriah, serta lebih mengikuti skenario berbau konspirasi dari Amerika dan Perancis. Akhirnya, seperti yang dapat diprediksi sejak sebelumnya, Hariri membawa negaranya kepada situasi tidak aman dengan mengumumkan sikapnya yang melegalkan pengadilan internasional kasus teror mantan PM Rafiq Hariri.
Sebenarnya pengadilan internasional adalah skenario AS dan Rezim Zionis untuk melumpuhkan Lebanon. Bila dirunut ke belakang, masalahnya berasal dari resolusi 1559 Dewan Keamanan PBB tahun 2004. Dalam resolusi ini, PBB secara transparan telah melakukan intervensi urusan dalam negeri suatu negara. Lewat resolusi itu, PBB meminta Emil Lahoud, Presiden Lebanon waktu itu untuk mengundurkan diri dari jabatannya, melucuti senjata Hizbullah dan meminta militer Suriah keluar dari Lebanon.
Pasca peristiwa itu, diterapkan lagi sebuah skenario di Lebanon dengan teror mencurigakan "Rafiq Hariri", mantan Perdana Menteri Lebanon. Pengadilan Internasional untuk Lebanon (STL) terkait teror Rafiq Hariri dibuat untuk mengkaji teror ini yang telah direncanakan sebelumnya oleh Amerika dan Perancis. Melalui STL ini secara perlahan-lahan Barat dan rezim Zionis Israel dapat merealisasikan tujuannya di Lebanon.
Dalam kondisi yang demikian, tampaknya kelompok 14 Maret pro-Barat yang dipimpin oleh Saad Hariri malah lebih memilih untuk bekerjasama dengan Amerika dan Perancis. Padahal, kubu-kubu politik Lebanon meyakini bahwa masalah teror Rafiq Hariri adalah urusan internal yang mesti di selesaikan di dalam negeri tanpa campur tangan pihak asing. Tuntutan itu tidak digubris, sehingga berkas perkara diserahkan ke pengadilan internasional yang lantas membentuk komite pencari fakta.
Tanggal 14 November 2006 pemerintahan PM Fouad Siniora dari kubu 14 Maret yang pro Barat mengesahkan proposal pembentukan pengadilan internasional teror Hariri. Padahal secara konstitusional, dengan keluarnya lima menteri kubu Hizbullah dan gerakan Amal dari pemerintahan, kabinet Siniora tidak lagi bisa mengesahkan keputusan seperti ini. Dengan proposal ilegal yang sudah disetujui kabinet Lebanon dan dipengaruhi oleh bayang-bayang kepentingan AS dan Barat, PBB pada tahun 2007 mengesahkan sebuah resolusi nomor 1757 tentang pengadilan internasional untuk menyelidiki, menyidik, dan mengadili para pelaku teror Hariri.
Jelas bahwa apa yang dilakukan PBB sudah keliru sejak awal. Sebab, resolusi ini dirilis berdasarkan permintaan yang tidak sah dan ilegal. Karena itu, tidak sedikit pengamat dan politikus Lebanon yang memandang pengadilan internasional teror Rafiq Hariri sebagai pengadilan yang minus legalitas karena dibentuk dengan landasan yang tidak sah. Pembentukan pengadilan ini bisa dimasukkan ke dalam kategori intervensi nyata terhadap urusan dalam negeri sebuah negara independen dan lembaga peradilannya. Apa yang dilakukan PBB ini adalah tindakan ilegal yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Proses pengadilan atas teror Rafiq Hariri sejak awal sudah dipenuhi oleh hal-hal yang mencurigakan. Tudingan pertama kali dialamatkan ke Suriah. Damaskus pun ditekan habis-habisan hingga terpaksa menarik tentaranya dari Lebanon. Padahal tentara Suriah itulah yang berhasil mengembalikan perdamaian ke Lebanon dan mencegah agresi Rezim Zionis Israel ke negara itu. Setelah sekian lama tak menemukan bukti apapun namun berhasil memaksa Suriah keluar dari Lebanon, pengadilan lantas melirik Hizbullah dan menuduh gerakan muqawama ini sebagai pihak yang bertanggung jawab atas teror Hariri. Ini berarti pengadilan internasional teror Hariri sengaja menciptakan krisis dan membuat Lebanon rusuh.
Sekjen Hizbullah, Sayyid Hasan Nasrullah dalam sebuah pidato yang ditujukan kepada rakyat Lebanon dengan jelas menyebut pengadilan internasional Hariri tak lebih dari panggung politik yang digunakan untuk menyulut perang saudara dan kekacauan di negara ini. Nasrullah lantas membawakan serangkaian dokumen yang mengungkap konspirasi di balik teror Rafiq Hariri dan jejak yang ditinggalkan Rezim Zionis Israel. Sekjen Hizbullah menambahkan bahwa pengadilan ini mengemban misi mengacaukan Lebanon dan melumpuhkan muqawama setelah kegagalan Israel dalam perang 33 hari.
Para pemimpin kubu 8 Maret meyakini bahwa kasus teror Rafiq Hariri sengaja dimanfaatkan untuk menyudutkan Hizbullah. Ketiadaan bukti yang menunjuk kepada keterlibatan Suriah membuat Barat mengalihkan tudingannya ke muqawama. Barat berhasrat bisa melucuti senjata muqawama lewat cara ini. Sudah ada banyak bukti yang menunjukkan ketidakberesan pengadilan ini. Misalnya, terungkap bahwa orang-orang yang diambil kesaksiannya telah terbukti berbohong. Yang menyakitkan adalah sikap pemerintahan pro Barat yang menolak pengusutan kebohongan para saksi tersebut.
Barat nampaknya harus tertunduk lesu. Sebab, rakyat Lebanon ternyata mampu menyelesaikan sendiri masalahnya. Parlemen berhasil membuat keputusan tentang Perdana Menteri baru. Saad Hariri, calon yang diusung kubu pro Barat kalah dalam voting setelah mayoritas anggota parlemen memberikan suara kepada Najib Mikati. Sekretaris Jenderal Hizbullah Sayid Hassan Nasrullah dalam pernyataannya meminta Najib Mikati untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional. Nasrullah mengatakan, "Hizbullah dan sekutu-sekutunya di Kelompok 8 Maret, yang meliputi Front Amal dan Gerakan Patriotik Bebas, akan mencoba membentuk sebuah pemerintahan persatuan nasional." Katanya lagi, "Rakyat Lebanon memiliki kesempatan nyata untuk bersatu tanpa ada istilah pemenang atau pecundang." Nasrullah mengucapkan terima kasih kepada pemimpin Druze, Walid Jumblatt, yang pekan lalu menyatakan akan mendukung Hizbullah dan aliansinya dalam perundingan di parlemen untuk memilih perdana menteri baru.(Irib/Info Ops)