Kamis, 03 Februari 2011

Preman Pro-Mubarak Sudutkan Demonstran di Bundaran Tahrir

Naqoura (3/2)   Revolusi Mesir menginjak hari ke-10 dan tercatat sedikitnya enam pengunjuk rasa anti-rezim Mubarak tewas dan 14 lainnya cedera. 
 
Demonstrasi terus berlanjut, namun sebelum Rabu malam (2/2) tidak terjadi bentrokan dalam aksi demonstrasi warga. Khususnya setelah militer Mesir menilai demonstrasi damai warga sebagai hal yang wajar dan tidak melanggar undang-undang. Tidak hanya itu, pihak militer juga menyatakan tidak akan menggunakan kekerasan. 

Namun sejak Rabu malam, aktivitas para demonstran di Bundaran Tahrir, pusat kota Kairo, mendadak diserang oleh para badui dan preman bayaran rezim Hosni Mubarak. Mereka memuntahkan tembakan ke arah para demonstran. Demikian dilaporkan DPA.Menurut keterangan saksi mata, korban terakhir adalah seorang penentang pemerintah yang tewas akibat terkena tembakan.


Pengawas Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa para pendukung rezim Mubarak bersenjatakan cambuk dan bom Molotov menyerang pengunjuk rasa di Kairo. Mereka mengepung para demonstran yang berkonsentrasi di Bundaran Tahrir, sementara tank-tank bergerak perlahan-lahan menuju para demonstran yang mendirikan kemah dan tenda di bundaran tersebut. 

Para badui dan preman pro-Mubarak itu melemparkan blok-blok beton ke arah para demonstran. Tak ayal bentrokan pun terjadi.Para demonstran menolak imbauan militer untuk pulang ke rumah masing-masing dan menyatakan akan melanjutkan protes sampai pengunduran diri Mubarak. Sementara itu, kelompok-kelompok oposisi menyerukan demo massif besok (Jumat, 4/2) yang disebut sebagai "Hari Kepergian" Mubarak. 

Ikhwanul Muslimin, kelompok oposisi terbesar Mesir, menyatakan tidak akan bernegosiasi dengan rezim Mubarak dalam membentuk pemerintah persatuan nasional. Saat ini para pengunjuk rasa melawan para penyerang pro-Mubarak dalam kondisi terhimpit. Terdengar banyak tembakan dan banyak orang cedera.Sebuah laporan dari PBB menyebutkan, sedikitnya 300 orang tewas dan ribuan lainnya cedera dalam aksi protes di Mesir.(IRIB/Info Ops)