Sayyid Hasan Nasrullah
Naqoura (3/1). Seperti yang dilangsir harian online IRIB pada edisi 30 Desember 2010 lalu bahwa selama kurun waktu tahun 2010, pesawat tempur Zionis Israel terus menerjang zona udara lebanon dan melanggar resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB nomor 1701 mengenai gencatan senjata. Resolusi itu diputuskan pada tahun 2006 untuk menghentikan perang 33 hari. Rezim Zionis Israel harus menghormati resolusi DK PBB dan kedaulatan Lebanon. Akan tetapi rezim ini tetap melakukan pelanggaran dengan menerbangkan pesawat tempur di zona udara Lebanon. Terkait hal ini, Beirut berulangkali mengirim surat protes kepada PBB terkait pelanggaran Tel Aviv itu.
Kasus aksi teror terhadap Mantan Perdana Menteri Rafiq Hariri masih belum tuntas. Pengadilan internasional terkait kasus Rafiq Hariri dibentuk pada tahun 2007. Pada tanggal 21 November 2006, pemerintah saat itu yang dipimpin Fouad Siniora yang didukung penuh Kelompok 14 Maret meratifikasi draft pembentukan pengadilan internasional untuk mengusut kasus aksi teror terhadap Rafiq Hariri. Padahal ratifikasi kehilangan legalistas menyusul friksi internal dan keluarnya lima menteri Hizbullah Lebanon dan Amal dari kabinet Siniora. Meski demikian, DK PBB mengeluarkan resolusi 1757 terkait pembentukan pengadilan internasional yang berfungsi mengusut kasus aksi teror terhadap Rafiq Hariri. Hal itu didukung penuh oleh AS.
Tak dapat dipungkiri, pembentukan pengadilan internasional untuk kasus Hariri bukan hanya berlandaskan dasar yang keliru, tapi juga bisa dikatakan sebagai pelanggaran nyata PBB. Apalagi banyak tokoh dan politisi yang menilai pembentukan pengadilan internasional sebagai tindakan ilegal dan pelanggaran atas kedaulatan Lebanon.
Pembentukan pengadilan internasional di negara independen dan berdaulat seperti Lebanon dapat disebut sebagai langkah yang dipaksakan. Yang lebih mengherankan, langkah itu melibatkan PBB sebagai lembaga internasional. Ini adalah skenario Barat untuk mencampuri urusan dalam negeri Lebanon.
Setelah pengadilan internasional itu dibentuk, tudingan pertama mengarah ke Suriah. Kemudian tidak lama setelah itu, skenario terselubung di balik pembentukan pengadilan internasional membidik sasaran utama dengan menuding Hizbullah Lebanon sebagai dalang di balik aksi teror terhadap Hariri. Pengadilan internasional itu bukan malah menstabilkan kondisi Lebanon, tapi malah memperkeruh suasana dalam negeri.
Terkait hal ini, Sekjen Hizbullah Lebanon, Sayid Hasan Nasrullah dalam berbagai pidatonya senantiasa menegaskan bahwa pembentukan pengadilan internasional sarat dengan tendensi politik yang tentunya ingin menciptakan instabilitas di Lebanon. Sayid Nasrullah juga mengungkap kedok di balik aksi teror Hariri yang didalangi Rezim Zionis Israel. Bahkan Sayid Nasrullah menyebut pengadilan internasional dan perang 33 hari sebagai dampak dari aksi teror terhadap Hariri yang berniat menciptakan instabilitas di Lebanon dan menghancurkan muqawama anti Zionis Israel.
Menurut Kelompok 8 Maret yang terdiri atas Ketua Parlemen, Sekjen Hizbullah dan Partai Kebebasan Nasional, pengadilan internasional gagal membuktikan data kuat terkait keterlibatan Hizbullah dalam aksi teror. Pada akhirnya, para pendukung pembentukan pengadilan internasional memulai perang urat syaraf anti-Hizbullah Lebanon yang bertujuan melucuti senjata muqawama di Lebanon. Ini adalah impian yang diharapkan Zionis Israel dan Barat. Jika senjata Hizbullah berhasil dilucuti, Zionis Israel dengan leluasa menduduki Lebanon. Di awal tahun 2010, koran-koran Barat mulai menuding Hizbullah sebagai pihak yang tertuduh dalam kasus aksi teror tarhadap Mantan Perdana Menteri Lebanon, Rafiq Hariri.
Di antara media yang menyuarakan itu adalah Koran The Spiegel terbitan Jerman. Koran itu dalam sebuah edisinya memberi sebuah tajuk , "Hizbullah Tertuding Kasus Aksi Teror Hariri." Judul itu spontan mendapat reaksi keras dari kalangan politisi dan tokoh Lebanon. Hizbullah Lebanon juga mengeluarkan statemen resmi yang isinya bahwa pemberitaan itu adalah konspirasi semata untuk menjatuhkan muqawama.
Terkait hal ini, Deputi Sekjen Hizbullah Lebanon, Sheikh Naeem Qassem mengatakan, "Pengadilan internasional sama sekali tidak mempunyai data kuat terkait keterlibatan Hizbullah Lebanon. Tudingan ini adalah perang urat syarat anti muqawama." Fraksi Hizbullah Lebanon di parlemen juga mereaksi perang urat syaraf yang digemborkan pengadilan internasional dan mengkritik Kelompok 14 Maret yang dipimpin oleh Saad Hariri, putra Rafiq Hariri. Menurut Fraksi Hizbullah, memberikan peluang pengadilan asing untuk mencampuri urusan dalam negeri Lebanon sama halnya dengan menciptakan krisis internal.
Tanpa tedeng aling, Hizbullah menolak tegas legalitas pengadilan internasional. Dengan cara itu konspirasi Barat tidak dapat menembus Lebanon. Apalagi setelah terbukti bahwa pengadilan internasional terkait kasus Rafiq Hariri memanfaatkan kesaksian palsu. Kondisi ini menyebabkan friksi serius antara Kelompok 14 Maret dan 8 Maret.
Menyusul friksi serius antar kelompok di Lebanon, Suriah dan Arab Saudi menjadi mediator untuk mengantisipasi konflik yang lebih serius di Lebanon. Di tengah kondisi ini, AS tetap berupaya menciptakan krisis di Lebanon dengan mengucurkan dana puluhan juta dolar. AS dalam konspirasinya di Lebanon juga didampingi Jerman, Perancis dan Inggris.
Pada bulan November lalu, Susan Rice, wakil AS di PBB menyatakan bahwa Washington menambahkan dana untuk pengadilan internasional di Lebanon hingga 30 juta dolar. AS mengklaim bahwa dana itu untuk mengakhiri kasus teror Hariri dan menuntaskan upaya para pelaku yang menghindar dari hukuman.
Di tengah konspirasi Barat untuk mengaktifkan kembali kasus Hariri, Mantan Ketua Intelijen Rezim Zionis Israel, Amos Yadlin, mengatakan, " Aksi teror terhadap Hariri adalah dimulainya proyek besar Tel Aviv di Lebanon." Yadlin menegaskan bahwa aksi teror Hariri merupakan peluang besar untuk memulai proyek-proyek Zionis Israel di Lebanon.
Michael Williams, Wakil Sekjen PBB untuk Urusan Lebanon di penghujung tahun 2010 menyatakan bahwa tuntutan pengadilan internasional terkait Hariri akan diajukan tahun depan. Ia juga memperingatkan dampak serius di kancah politik Lebanon. Pengadilan internasional terkait kasus Hariri sudah berlangsung selama tiga tahun.
Peringatan Williams itu kemudian dipahami dan ditangkap media-media Barat sebagai ancaman bagi Hizbullah dan Kelompok 8 Maret. Lebanon selama 2010 berada di bawah intimidasi serangan kembali Israel. Akan tetapi hingga akhir tahun 2010, tidak ada serangan kembali Israel ke Lebanon. Hingga saat ini, para pejabat dan tokoh Lebanon masih menilai muaqawama sebagai kebutuhan bangsa Lebanon dalam menghadapi Zionis Israel.
Peristiwa lain yang terjadi di Lebanon pada tahun 2010 adalah penarikan mundur tentara Israel dari Ghajar. Tertara Israel menarik mundur dari Ghajar setelah wilayah ini diduduki empat tahun. Kabinet keamanan Zionis Israel kembali menarik mundur pasukannya secara sukarela dari kawasan yang didudukinya setelah lemah menghadapi kekuatan Hizbullah Lebanon.
Terkait hal ini, Ketua Parlemen Lebanon, Nabih Berri mengatakan, "Penarikan mundur Zionis Israel dari desa Ghajar setelah diduduki selama empat tahun itu dilakukan berdasarkan resolusi DK PBB nomor 1701. Akan tetapi sejak dikeluarkannya resolusi gencatan senjata hingga kini, kami menyaksikan ratusan pelanggaran Zionis Israel ." (IRIB/Staf Info)