Lebanon (16/04) Para menteri luar negeri anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di penghujung sidang dua hari yang digelar di Berlin berjanji akan menjaga persatuan organisasi ini. Tak dapat dipungkiri, organisasi ini tengah menghadapi friksi serius. Para menlu anggota NATO menggelar sidang di Departemen Menlu Jerman, Berlin pada hari Kamis (14/4) dan Jumat(15/4). Dalam sidang itu dibahas tiga topik utama, yakni masalah Libya, penempatan sistem pertahanan di wilayah Eropa dan masalah Afghanistan.
Masalah Libya dan perkembangan terbaru di negara ini menjadi masalah terpenting dalam sidang itu. Para peserta sidang terlibat serius dalam perdebatan dan tarik-ulur pendapat. Meski NATO menjadi komando dalam serangan militer ke Libya, namun anggota-anggota organisasi ini berselisih pendapat. Sebagaimana diketahui, Jerman, Spanyol, Turki dan Polandia secara tegas menyatakan menolak intervensi militer ke Libya.
Sementara itu, Presiden AS, Barack Obama, Presiden Perancis, Nicolas Sarkozy dan Perdana Menteri Inggris, David Cameron, malah memberikan dukungan penuh atas serangan militer ke Libya. Tak hanya itu, mereka juga menyatakan bahwa Muammar Gaddafi harus lengser dari posisinya sebagai pemimpin Libya.
Di tengah friksi internal yang meliputi NATO, organisasi ini juga dihadapkan pada kendala lain. NATO juga dituntut untuk meredakan friksinya dengan pesaing kuatnya, Rusia, di era perang dingin. Tak dipungkiri, kendala ini juga menjadi problema sendiri bagi NATO yang harus menghadapi problema internal dan eksternal secara bersamaan. Oleh karena itu, salah satu program sidang para menlu anggota NATO adalah pertemuan bersama dengan Menlu Rusia, Sergei Lavrov. Namun pertemuan itu sepertinya gagal membujuk Moskow.
Pada hari Jumat, Lavrov menyatakan kekecewaan Moskow atas tindakan NATO yang menyerang Libya. Lavrov juga menentang keras intervensi militer atas Libya. Dengan demikian, pertemuan para menlu anggota NATO dengan Sergei Lavrov tak dapat meyakinkan Moskow terkait intervensi militer ke Libya.
Lebih lanjut, Lavrov juga mengungkapkan tujuan picik di balik intervensi militer NATO ke Libya. Dikatakannya, mereka bertujuan mencari minyak yang terpendam di wilayah Libya. Dengan demikian, NATO menurut Moskow, tengah memanfaatkan instabilitas di Libya dengan tujuan menjaga kepentingan Barat.
Di penghujung sidang, Rusia dan NATO tetap berselisih pendapat terkait penempatan sistem pertahanan Eropa. Selama ini, NATO mencegah keterlibatan Moskow dalam proyek sistem pertahanan tersebut. Pernyataan Lavrov juga menunjukkan ketidakpercayaan Moskow atas strategi pertahanan NATO di Eropa.
Adapun masalah ketiga yang dibahas dalam sidang tersebut adalah perkembangan terbaru di Afghanistan. Masalah Afghanistan dapat dikatakan sebagai kerjasama resmi antara NATO dan Rusia. Kedua pihak sepakat mengalokasikan dana dan memberikan kemudahan teknis untuk rekonstruksi helikopter-helikopter militer Rusia di Afghanistan. Sebelumnya, Rusia juga mengizinkan zona udaranya digunakan untuk mengirimkan barang-barang non-militer NATO ke Afghanistan. Yang jelas, masalah Afghanistan dijadikan sebagai alasan NATO dan Rusia untuk menjaga hubungan dan pentas itikad baik minimal yang ditampilkan kedua pihak. Sebab, Rusia dan NATO tak menyatakan tengah bermusuhan satu sama lain. (IRIB/Info Ops)