Pengertian Jurnalistik
Secara etimologis, jurnalistik terambil dari bahasa Inggris journalistic, yang berasal dari kata journal atau du jour (bahasa Prancis). Artinya catatan atau berita harian, dimana segala berita pada hari itu termuat dalam lembaran (kertas yang tercetak).
Dari segi kegiatannya, jurnalistik adalah kegiatan kewartawanan dalam mencari, menyusun, menulis, menyunting, dan menerbitkan (mempublikasikan) berita di media massa (baik media massa cetak maupun elektronik).
Kamus istilah jurnalistik, terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, tahun 2003 mendefinisikan jurnalistik dengan: suatu seni kejujuran yang bersangkutan dengan pemberitaan dan persuratkabaran. Makna senada juga terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Di sana ditulis, jurnalistik adalah yang bersangkutan dengan kewartawanan dan persuratkabaran.
Kemudian karena berita itu dicetak (umumnya di atas kertas) dengan mesin cetak press (bahasa Inggris), maka istilah pers juga dipergunakan kepada jurnalistik. Hanya saja, istilah pers lebih sering dipakaikan kepada lembaga yang melakukan kegiatan jurnalistik itu. Drs. Totok Djurato, M.Si. menuliskan bahwa pers lebih dikenal sebagai "Lembaga Kemasyarakatan" (social institution).
Sejarah Jurnalistik
Dalam bentuknya yang paling awal, kegiatan jurnalistik dapat kita telusuri sejak zaman peradaban Romawi-Yunani Kuno, dimana cikal bakal surat kabar yang bernama "Acta Diurna" pernah diterbitkan. Berita-berita dan pengumuman ditempelkan Acta Diurna di pusat kota yang kala itu disebut "Forum Romanum". Atau bahkan lebih awal lagi sejak zaman peradaban Sumeria-Babilonia di lembah sungai Tigris dan Euprat (Irak-Iran).
Kegiatan Perekaman dan penyebaran informasi melalui tulis menulis, semakin meluas sejak masyarakat peradaban Mesir menemukan teknik pembuatan kertas dari serat tumbuhan Phapyrus. Oleh karena itulah kertas dalam bahasa Inggris sekarang disebut paper. Pada zaman-zaman selanjutnya, peradaban Cina, India, dan Arab berperan sangat maju dalam pengembangan dunia tulis menulis ilmiah dan budaya baca-tulis masyarakatnya, sehingga peradabannya dapat berkembang sedemikian majunya memimpin peradaban dunia pada masa itu.
Pada perkembangan selanjutnya, dunia tulis menulis dan jurnalisme-pers semakin maju dan meluas, setelah ditemukannya mesin cetak oleh Johannes Guttenberg pada abad ke-15 M.
Media Jurnalistik
Media-media yang dipakai oleh para jurnalis dan produsen jurnalistik dalam menampilkan obyek jurnal, diantaranya adalah:
a. Media Verbal
Merupakan media jurnalistik yang mempergunakan kata-kata atau tulisan. Pada awalnya berita disebarluaskan melalui telex (hingga saat ini masih dipergunakan, seperti pada kantor-kantor berita nasional), perkembangan selanjutnya melalui media cetak seperti pada koran dan majalah.
b. Media Foto
Media gambar diam yang didapatkan dengan tekhnologi kamera, dikenal dengan istilah Fotografi Jurnalistik. Mulai dikenal dan berkembang sejak tahun 1851, berkat jasa wartawan perang pertama, Roger Fenton.
c. Media Audio
Pemanfaatan tekhnologi audio yang berkembang hingga pada pemberitaan melalui stasiun pemancar radio.
d. Media Visual
Media gambar bergerak. Lebih banyak diminati, karena lebih mudah dinikmati. Saat ini telah berkembang berkat tekhnologi elektronik audio-visual, sehingga tidak hanya menyaksikan rekaman gambar bisu, namun juga dapat menikmati suaranya.
Proses Kerja Jurnalistik
Karena yang lazim kita geluti dalam dunia kemahasiswaan adalah jurnalistik media cetak, maka secara teknis, berikut ini ditampilkan proses kerja yang dilalui dalam mengantarkan sajian berita dan informasi kepada pembaca:
1. Rapat Redaksi , yaitu rapat untuk menentukan tema-tema yang akan ditulis dalam penerbitan edisi mendatang. Dalam rapat ini dibahas juga mengenai pembagian tugas reportase.
2. Reportase. Setelah rapat redaksi selesai, para wartawan yang telah ditunjuk harus "turun ke lapangan" untuk mencari data sebanyak mungkin yang berhubungan dengan tema tulisan yang telah ditetapkan. Pihak yang menjadi objek reportase disebut nara sumber. Nara sumber ini bisa berupa manusia, makhluk hidup selain manusia, alam, ataupun benda-benda mati. Jika nara sumbernya manusia, maka reportase tersebut bernama wawancara.
3. Penulisan Berita . Setelah melakukan reportase, wartawan media cetak akan melakukan proses jurnalistik berikutnya, yaitu menulis berita. Di sini, wartawan dituntut untuk mematuhi asas 5 W + 1 H yang bertujuan untuk memenuhi kelengkapan berita. Asas ini terdiri dari WHAT (apa yang terjadi), WHO (siapa yang terlibat dalam kejadian tersebut), WHY (mengapa terjadi), WHEN (kapan terjadinya), WHERE (di mana terjadinya), dan HOW (bagaimana cara terjadinya).
4. Editing , yaitu proses penyuntingan naskah yang bertujuan untuk menyempurnakan penulisan naskah. Penyempurnaan ini dapat menyangkut ejaan, gaya bahasa, kelengkapan data, efektivitas kalimat, dan sebagainya.
5. Setting dan Layout . Setting merupakan proses pengetikan naskah yang menyangkut pemilihan jenis dan ukuran huruf. Sedangkan layout merupakan penanganan tata letak dan penampilan fisik penerbitan secara umum. Setting dan layout merupakan tahap akhir dari proses kerja jurnalistik. Setelah proses ini selesai, naskah dibawa ke percetakan untuk dicetak sesuai oplah yang ditetapkan.
Penulisan Berita
Setelah melakukan wawancara, wartawan media cetak akan melakukan proses jurnalistik berikutnya, yaitu menulis berita. Ada tiga bentuk penulisan berita yang dikenal secara umum, yaitu:
1. Straight News
Merupakan teknik penulisan berita yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menggunakan gaya bahasa to the point alias lugas.
2. Inti berita (masalah terpenting dalam berita tersebut) tertulis pada alinea pertama. Makin ke bawah, isi berita makin tidak penting. Dengan demikian, dengan membaca alinea pertama saja, atau cuma membaca judulnya, orang akan langsung tahu apa isi berita tersebut. Sistem penulisan seperti ini dikenal dengan struktur piramida terbalik.
3. Jenis tulisan ini cenderung mentaati asas 5 W + 1 H.
4. Gaya penulisan ini biasanya digunakan oleh surat kabar yang terbit harian. Terbatasnya waktu orang-orang membaca koran, membuat para pengelola surat kabar harus menyusun gaya bahasa yang selugas mungkin, sehingga pembaca akan langsung tahu apa isi suatu berita hanya dengan membaca sekilas.
2. Feature News
Memilik ciri-ciri sebagai berikut:
1. Gaya penulisannya merupakan gabungan antara bahasa artikel dengan bahasa sastra, sehingga cenderung enak dibaca.
2. Inti berita tersebar di seluruh bagian tulisan. Karena itu, untuk mengetahui isi tulisan, kita harus membaca dari kalimat pertama sampai kalimat terakhir. Artinya, jenis berita ini cenderung tidak terikat struktur piramida terbalik.
3. Asas 5 W + 1 H masih digunakan, tetapi tidak terlalu penting.
4. Gaya penulisan ini biasanya dipakai oleh majalah/tabloid yang terbit secara berkala. Pembaca biasanya memiliki waktu yang lebih luang untuk membaca majalah/tabloid, sehingga gaya bahasa untuk media ini dapat dibuat lebih "nyastra" dan "bergaya", sehingga pembaca merasa betah dan "menikmati" tulisan tersebut dari awal sampai akhir.
3. Comprehensif News
Penulisan berita dalam bentuk ini bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap suatu gejala, fenomena, atau kecenderungan yang hidup di masyarakat..Jenis ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Cenderung ilmiah, memiliki argumentasi dan referensi
2. Inti berita tersebar di seluruh bagian tulisan. Karena itu, untuk mengetahui isi tulisan, kita harus membaca dari kalimat pertama sampai kalimat terakhir. Artinya, jenis berita ini cenderung tidak terikat struktur piramida terbalik.
3. Walaupun bercorak ilmiah, ia tetap ditampilkan secara populer, karena akan menjadi konsumsi orang banyak.
4. Investigative News
Jenis ini merupakan yang tersulit, karena membutuhkan ketajaman analisa dan kelengkapan data. Reportase untuk menghasilkan berita jenis ini biasa disebut investigative reporting atau depth reporting. Ciri-cirinya antara lain:
1. Laporan bercirikan analisis mendalam terhadap sebuah peristiwa.
2. Biasanya melibatkan banyak reporter dan narasumber.
3. Laporan yang ditampilkan tidak hanya sekedar mengungkap unsur berita 5 W + 1 H, tapi penekanannya lebih pada analisis why-nya (mengapa, apa sebab-sebab peristiwa) dan how-nya (bagaimana kelanjutan ceritanya, bagaimana efek peristiwa, dll.).
4. Dalam majalah-majalah mingguan, biasanya berita jenis ini dimuat dalam rubrik Liputan Khusus atau Laporan Utama.
5. Proses reportase untuk melahirnya laporan seperti ini biasanya memiliki resiko lebih besar. Karena bersifat mendalam (depth) dan penyelidikan (investigative), wartawan harus menjalankan peran seorang intelijen dalam menguak tabir pada kasus atau permasalahan yang akan ia laporkan.
Nilai Berita
Layak atau tidaknuya suatu berita untuk ditampilkan, dapat diperiksa dengan menilai sifat-sifatnya. Cara menilainya antara lain dengan rumus CoHPPT, yang merupakan singkatan dari Consequencies, Human Interest Prominance, Proximity, dan Timelines. Artinya, peristiwa yang kita temui, kita ketahui, atau kita lihat dinilai layak menjadi berita bila memenuhi salah satu atau beberapa dari unsur rusmusan CoHPPT ini:
1. Consequencies (dapat membawa akibat yang luas bagi orang banyak). Misalnya peristiwa kenaikan harga BBM (bahan baker minyak), atau peristiwa lengsernya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenannya. Konflik sosial-politik yang menimbulkan ketegangan juga layak menjadi berita, karena mempunyai akibat besar dan luas bagi masyarakat banyak.
2. Human interest (menarik dari sudut kepentingan kemanusiaan). Misalnya peristiwa gempa bumi atau banjir yang banyak membawa korban.
3. prominence (melibatkan tokoh terkemuka, orang penting, atau orang terkenal). Misalnya peristiwa kematian Lady Diana, Putri Kerajaan Inggris
4. proximity (terjadinya dekat dengan tempat tinggal para pembaca atau pemirsa). Peristiwa yang terjadi di negeri kita, akan lebih menarik perhatian kita dari pada peristiwa yang terjadi di negeri asing yang jauh. Secara naluriah, manusia lebih menyenangi sesuatu yang lebih dekat dengan lingkungannya sendiri, daripada lingkungan orang lain.
5. Timelines (baru saja terjadi). Maksudnya ada kedekatan jarak waktu antara terjadinya peristiwa dengan waktu diberitakannya.
Prinsip Dasar Tugas Jurnalistik
Untuk menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas, seorang wartawan hendaknya mematuhi prinsip-prinsip dasar yang berlaku dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik. Beberapa di antaranya adalah:
1. Wartawan harus menulis berdasarkan prinsip both sides writing. Artinya, dalam membahas suatu masalah, mereka harus menampilkan pendapat dari pihak yang pro dan yang kontra. Ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan opini.
2. Dalam melakukan wawancara, wartawan harus menghargai sepenuhnya hak-hak nara sumber. Wartawan tidak boleh memuat hasil wawancara yang oleh nara sumber dinyatakan of the record. Bagi nara sumber yang merupakan saksi mata sebuah kejahatan atau menjadi korban perkosaan misalnya, wartawan wajib merahasiakan identitas mereka. Ini bertujuan untuk menjaga keselamatan atau nama baik nara sumber.
3. Wartawan tidak selayaknya memasukkan opini pribadinya dalam sebuah karya jurnalistik. Yang seharusnya ditampilkan dalam tulisan adalah opini para nara sumber.
4. Setiap pernyataan yang terangkum dalam karya jurnalistik hendaknya disertai oleh data yang mendukung. Jika tidak, pers dapat dianggap sebagai penyebar isu atau fitnah belaka. Akibatnya, kepercayaan masyarakat terhadap pers menjadi berkurang. Bahkan pihak yang "terkena" oleh pernyataan yang tanpa data tadi, dapat menggiring pengelola pers ke pengadilan.
Inilah sebahagian dari dasar-dasar jurnalistik yang ditampilkan secara sekilas. Diharapkan ini dapat menjadi stimulan (pendorong) untuk mendalami lebih jauh dunia jurnalistik yang memang menarik, menantang, dan menjanjikan. Berani?
Secara etimologis, jurnalistik terambil dari bahasa Inggris journalistic, yang berasal dari kata journal atau du jour (bahasa Prancis). Artinya catatan atau berita harian, dimana segala berita pada hari itu termuat dalam lembaran (kertas yang tercetak).
Dari segi kegiatannya, jurnalistik adalah kegiatan kewartawanan dalam mencari, menyusun, menulis, menyunting, dan menerbitkan (mempublikasikan) berita di media massa (baik media massa cetak maupun elektronik).
Kamus istilah jurnalistik, terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, tahun 2003 mendefinisikan jurnalistik dengan: suatu seni kejujuran yang bersangkutan dengan pemberitaan dan persuratkabaran. Makna senada juga terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Di sana ditulis, jurnalistik adalah yang bersangkutan dengan kewartawanan dan persuratkabaran.
Kemudian karena berita itu dicetak (umumnya di atas kertas) dengan mesin cetak press (bahasa Inggris), maka istilah pers juga dipergunakan kepada jurnalistik. Hanya saja, istilah pers lebih sering dipakaikan kepada lembaga yang melakukan kegiatan jurnalistik itu. Drs. Totok Djurato, M.Si. menuliskan bahwa pers lebih dikenal sebagai "Lembaga Kemasyarakatan" (social institution).
Sejarah Jurnalistik
Dalam bentuknya yang paling awal, kegiatan jurnalistik dapat kita telusuri sejak zaman peradaban Romawi-Yunani Kuno, dimana cikal bakal surat kabar yang bernama "Acta Diurna" pernah diterbitkan. Berita-berita dan pengumuman ditempelkan Acta Diurna di pusat kota yang kala itu disebut "Forum Romanum". Atau bahkan lebih awal lagi sejak zaman peradaban Sumeria-Babilonia di lembah sungai Tigris dan Euprat (Irak-Iran).
Kegiatan Perekaman dan penyebaran informasi melalui tulis menulis, semakin meluas sejak masyarakat peradaban Mesir menemukan teknik pembuatan kertas dari serat tumbuhan Phapyrus. Oleh karena itulah kertas dalam bahasa Inggris sekarang disebut paper. Pada zaman-zaman selanjutnya, peradaban Cina, India, dan Arab berperan sangat maju dalam pengembangan dunia tulis menulis ilmiah dan budaya baca-tulis masyarakatnya, sehingga peradabannya dapat berkembang sedemikian majunya memimpin peradaban dunia pada masa itu.
Pada perkembangan selanjutnya, dunia tulis menulis dan jurnalisme-pers semakin maju dan meluas, setelah ditemukannya mesin cetak oleh Johannes Guttenberg pada abad ke-15 M.
Media Jurnalistik
Media-media yang dipakai oleh para jurnalis dan produsen jurnalistik dalam menampilkan obyek jurnal, diantaranya adalah:
a. Media Verbal
Merupakan media jurnalistik yang mempergunakan kata-kata atau tulisan. Pada awalnya berita disebarluaskan melalui telex (hingga saat ini masih dipergunakan, seperti pada kantor-kantor berita nasional), perkembangan selanjutnya melalui media cetak seperti pada koran dan majalah.
b. Media Foto
Media gambar diam yang didapatkan dengan tekhnologi kamera, dikenal dengan istilah Fotografi Jurnalistik. Mulai dikenal dan berkembang sejak tahun 1851, berkat jasa wartawan perang pertama, Roger Fenton.
c. Media Audio
Pemanfaatan tekhnologi audio yang berkembang hingga pada pemberitaan melalui stasiun pemancar radio.
d. Media Visual
Media gambar bergerak. Lebih banyak diminati, karena lebih mudah dinikmati. Saat ini telah berkembang berkat tekhnologi elektronik audio-visual, sehingga tidak hanya menyaksikan rekaman gambar bisu, namun juga dapat menikmati suaranya.
Proses Kerja Jurnalistik
Karena yang lazim kita geluti dalam dunia kemahasiswaan adalah jurnalistik media cetak, maka secara teknis, berikut ini ditampilkan proses kerja yang dilalui dalam mengantarkan sajian berita dan informasi kepada pembaca:
1. Rapat Redaksi , yaitu rapat untuk menentukan tema-tema yang akan ditulis dalam penerbitan edisi mendatang. Dalam rapat ini dibahas juga mengenai pembagian tugas reportase.
2. Reportase. Setelah rapat redaksi selesai, para wartawan yang telah ditunjuk harus "turun ke lapangan" untuk mencari data sebanyak mungkin yang berhubungan dengan tema tulisan yang telah ditetapkan. Pihak yang menjadi objek reportase disebut nara sumber. Nara sumber ini bisa berupa manusia, makhluk hidup selain manusia, alam, ataupun benda-benda mati. Jika nara sumbernya manusia, maka reportase tersebut bernama wawancara.
3. Penulisan Berita . Setelah melakukan reportase, wartawan media cetak akan melakukan proses jurnalistik berikutnya, yaitu menulis berita. Di sini, wartawan dituntut untuk mematuhi asas 5 W + 1 H yang bertujuan untuk memenuhi kelengkapan berita. Asas ini terdiri dari WHAT (apa yang terjadi), WHO (siapa yang terlibat dalam kejadian tersebut), WHY (mengapa terjadi), WHEN (kapan terjadinya), WHERE (di mana terjadinya), dan HOW (bagaimana cara terjadinya).
4. Editing , yaitu proses penyuntingan naskah yang bertujuan untuk menyempurnakan penulisan naskah. Penyempurnaan ini dapat menyangkut ejaan, gaya bahasa, kelengkapan data, efektivitas kalimat, dan sebagainya.
5. Setting dan Layout . Setting merupakan proses pengetikan naskah yang menyangkut pemilihan jenis dan ukuran huruf. Sedangkan layout merupakan penanganan tata letak dan penampilan fisik penerbitan secara umum. Setting dan layout merupakan tahap akhir dari proses kerja jurnalistik. Setelah proses ini selesai, naskah dibawa ke percetakan untuk dicetak sesuai oplah yang ditetapkan.
Penulisan Berita
Setelah melakukan wawancara, wartawan media cetak akan melakukan proses jurnalistik berikutnya, yaitu menulis berita. Ada tiga bentuk penulisan berita yang dikenal secara umum, yaitu:
1. Straight News
Merupakan teknik penulisan berita yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menggunakan gaya bahasa to the point alias lugas.
2. Inti berita (masalah terpenting dalam berita tersebut) tertulis pada alinea pertama. Makin ke bawah, isi berita makin tidak penting. Dengan demikian, dengan membaca alinea pertama saja, atau cuma membaca judulnya, orang akan langsung tahu apa isi berita tersebut. Sistem penulisan seperti ini dikenal dengan struktur piramida terbalik.
3. Jenis tulisan ini cenderung mentaati asas 5 W + 1 H.
4. Gaya penulisan ini biasanya digunakan oleh surat kabar yang terbit harian. Terbatasnya waktu orang-orang membaca koran, membuat para pengelola surat kabar harus menyusun gaya bahasa yang selugas mungkin, sehingga pembaca akan langsung tahu apa isi suatu berita hanya dengan membaca sekilas.
2. Feature News
Memilik ciri-ciri sebagai berikut:
1. Gaya penulisannya merupakan gabungan antara bahasa artikel dengan bahasa sastra, sehingga cenderung enak dibaca.
2. Inti berita tersebar di seluruh bagian tulisan. Karena itu, untuk mengetahui isi tulisan, kita harus membaca dari kalimat pertama sampai kalimat terakhir. Artinya, jenis berita ini cenderung tidak terikat struktur piramida terbalik.
3. Asas 5 W + 1 H masih digunakan, tetapi tidak terlalu penting.
4. Gaya penulisan ini biasanya dipakai oleh majalah/tabloid yang terbit secara berkala. Pembaca biasanya memiliki waktu yang lebih luang untuk membaca majalah/tabloid, sehingga gaya bahasa untuk media ini dapat dibuat lebih "nyastra" dan "bergaya", sehingga pembaca merasa betah dan "menikmati" tulisan tersebut dari awal sampai akhir.
3. Comprehensif News
Penulisan berita dalam bentuk ini bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap suatu gejala, fenomena, atau kecenderungan yang hidup di masyarakat..Jenis ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Cenderung ilmiah, memiliki argumentasi dan referensi
2. Inti berita tersebar di seluruh bagian tulisan. Karena itu, untuk mengetahui isi tulisan, kita harus membaca dari kalimat pertama sampai kalimat terakhir. Artinya, jenis berita ini cenderung tidak terikat struktur piramida terbalik.
3. Walaupun bercorak ilmiah, ia tetap ditampilkan secara populer, karena akan menjadi konsumsi orang banyak.
4. Investigative News
Jenis ini merupakan yang tersulit, karena membutuhkan ketajaman analisa dan kelengkapan data. Reportase untuk menghasilkan berita jenis ini biasa disebut investigative reporting atau depth reporting. Ciri-cirinya antara lain:
1. Laporan bercirikan analisis mendalam terhadap sebuah peristiwa.
2. Biasanya melibatkan banyak reporter dan narasumber.
3. Laporan yang ditampilkan tidak hanya sekedar mengungkap unsur berita 5 W + 1 H, tapi penekanannya lebih pada analisis why-nya (mengapa, apa sebab-sebab peristiwa) dan how-nya (bagaimana kelanjutan ceritanya, bagaimana efek peristiwa, dll.).
4. Dalam majalah-majalah mingguan, biasanya berita jenis ini dimuat dalam rubrik Liputan Khusus atau Laporan Utama.
5. Proses reportase untuk melahirnya laporan seperti ini biasanya memiliki resiko lebih besar. Karena bersifat mendalam (depth) dan penyelidikan (investigative), wartawan harus menjalankan peran seorang intelijen dalam menguak tabir pada kasus atau permasalahan yang akan ia laporkan.
Nilai Berita
Layak atau tidaknuya suatu berita untuk ditampilkan, dapat diperiksa dengan menilai sifat-sifatnya. Cara menilainya antara lain dengan rumus CoHPPT, yang merupakan singkatan dari Consequencies, Human Interest Prominance, Proximity, dan Timelines. Artinya, peristiwa yang kita temui, kita ketahui, atau kita lihat dinilai layak menjadi berita bila memenuhi salah satu atau beberapa dari unsur rusmusan CoHPPT ini:
1. Consequencies (dapat membawa akibat yang luas bagi orang banyak). Misalnya peristiwa kenaikan harga BBM (bahan baker minyak), atau peristiwa lengsernya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenannya. Konflik sosial-politik yang menimbulkan ketegangan juga layak menjadi berita, karena mempunyai akibat besar dan luas bagi masyarakat banyak.
2. Human interest (menarik dari sudut kepentingan kemanusiaan). Misalnya peristiwa gempa bumi atau banjir yang banyak membawa korban.
3. prominence (melibatkan tokoh terkemuka, orang penting, atau orang terkenal). Misalnya peristiwa kematian Lady Diana, Putri Kerajaan Inggris
4. proximity (terjadinya dekat dengan tempat tinggal para pembaca atau pemirsa). Peristiwa yang terjadi di negeri kita, akan lebih menarik perhatian kita dari pada peristiwa yang terjadi di negeri asing yang jauh. Secara naluriah, manusia lebih menyenangi sesuatu yang lebih dekat dengan lingkungannya sendiri, daripada lingkungan orang lain.
5. Timelines (baru saja terjadi). Maksudnya ada kedekatan jarak waktu antara terjadinya peristiwa dengan waktu diberitakannya.
Prinsip Dasar Tugas Jurnalistik
Untuk menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas, seorang wartawan hendaknya mematuhi prinsip-prinsip dasar yang berlaku dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik. Beberapa di antaranya adalah:
1. Wartawan harus menulis berdasarkan prinsip both sides writing. Artinya, dalam membahas suatu masalah, mereka harus menampilkan pendapat dari pihak yang pro dan yang kontra. Ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan opini.
2. Dalam melakukan wawancara, wartawan harus menghargai sepenuhnya hak-hak nara sumber. Wartawan tidak boleh memuat hasil wawancara yang oleh nara sumber dinyatakan of the record. Bagi nara sumber yang merupakan saksi mata sebuah kejahatan atau menjadi korban perkosaan misalnya, wartawan wajib merahasiakan identitas mereka. Ini bertujuan untuk menjaga keselamatan atau nama baik nara sumber.
3. Wartawan tidak selayaknya memasukkan opini pribadinya dalam sebuah karya jurnalistik. Yang seharusnya ditampilkan dalam tulisan adalah opini para nara sumber.
4. Setiap pernyataan yang terangkum dalam karya jurnalistik hendaknya disertai oleh data yang mendukung. Jika tidak, pers dapat dianggap sebagai penyebar isu atau fitnah belaka. Akibatnya, kepercayaan masyarakat terhadap pers menjadi berkurang. Bahkan pihak yang "terkena" oleh pernyataan yang tanpa data tadi, dapat menggiring pengelola pers ke pengadilan.
Inilah sebahagian dari dasar-dasar jurnalistik yang ditampilkan secara sekilas. Diharapkan ini dapat menjadi stimulan (pendorong) untuk mendalami lebih jauh dunia jurnalistik yang memang menarik, menantang, dan menjanjikan. Berani?
PEG
PEG atau pelatuk adalah pemicu suatu peristiwa. Sebelum ada suatu PEG maka tidak ada sebuah peristiwa. PEG lebih ditentukan oleh responsibilitas seorang jurnalis dalam memaknai keadaan di sekitarnya. Karena bisa saja yang oleh orang lain bukan peristiwa, tetapi bagi sang kuli tinta adalah sesuatu peristiwa yang menarik.
PEG atau pelatuk adalah pemicu suatu peristiwa. Sebelum ada suatu PEG maka tidak ada sebuah peristiwa. PEG lebih ditentukan oleh responsibilitas seorang jurnalis dalam memaknai keadaan di sekitarnya. Karena bisa saja yang oleh orang lain bukan peristiwa, tetapi bagi sang kuli tinta adalah sesuatu peristiwa yang menarik.
Sudut berita (Angel)
Sudut berita (angel) adalah sesuatu dari peristiwa yang kira-kira dianggap menarik untuk disajikan kepada pembaca, atau memiliki nilai market. Sudut berita akan langsung nampak pada head/judul atau secara singkat akan dituliskan pada intro (Lead). Kemampuan memilih sudut berita yang tepat biasanya dipengaruhi oleh pengetahuan/wawasan penulis terhadap kebutuhan pambaca.
Sudut berita (angel) adalah sesuatu dari peristiwa yang kira-kira dianggap menarik untuk disajikan kepada pembaca, atau memiliki nilai market. Sudut berita akan langsung nampak pada head/judul atau secara singkat akan dituliskan pada intro (Lead). Kemampuan memilih sudut berita yang tepat biasanya dipengaruhi oleh pengetahuan/wawasan penulis terhadap kebutuhan pambaca.
LEAD ( intro )
Lead atau awalan adalah pengawalan sebuah tulisan berita yang berisi penjelasan ringkas terhadap keseluruhan isi berita/tulisan. Diharapkan dengan hanya membaca Lead pembaca akan segera tahu apa isi tulisan secara keseluruhan. Lead sebaiknya tidak terlalu panjang, cukup dengan 2 atau 3 kalimat dan memuat semua unsur 5W 1 H. Lead dengan jenis-jenisnya cukup banyak ada lead PEG, lead epigram, lead kontras, lead pertanyaan, dll.
Lead atau awalan adalah pengawalan sebuah tulisan berita yang berisi penjelasan ringkas terhadap keseluruhan isi berita/tulisan. Diharapkan dengan hanya membaca Lead pembaca akan segera tahu apa isi tulisan secara keseluruhan. Lead sebaiknya tidak terlalu panjang, cukup dengan 2 atau 3 kalimat dan memuat semua unsur 5W 1 H. Lead dengan jenis-jenisnya cukup banyak ada lead PEG, lead epigram, lead kontras, lead pertanyaan, dll.
Badan Tulisan
Badan tulisan adalah isi yang menjelaskan isi dari tulisan/berita. Badan tulisan ini ditulis dengan berbagai gaya prosa dan memenuhi syarat piramida terbalik dan mengandung unsur 5W 1 H.
Metabolisme Intelektual
Untuk menuju pada integrated of jurnalism dan Jurnalisme Presisi dibutuhkan sebuah iklim belajar dan diskusi serta daya kritis tertentu. Hal ini dapat ditembuh dengan mengoleksi data yang sebayak-banyaknya dari Buku-buku, pendapat para ahli, Media massa, hasil-hasil penelitian dan resume-resume diskusi. Ini diperlukan karena tulisan seorang jurnalis selain berfungsi informatif, juga harus bisa memobilisasi aspek kesadaran pembaca. Banyaknya pengetahuan dan wawasan dari sumber-sumber tadi akan lebih memberikan legitimasi pada tulisan, sehingga lebih berat dan bermutu..
METODE PENULISAN BERITA
Dalam penulisan berita sering dipakai metode penulisan dengan PIRAMIDA TERBALIK (inverted pyramid style). Penggunaan konsep ini hanyala untuk simbol yang menggambarkan, bahwa dalam konsep PIRAMIDA TEGAK, bagian bawah piramida yang paling lebar dapat diartikan sebagai bagian yang paling penting. Sehingga karena kakuatannya itulah maka bagian bawah piramida menjadi bagian yang terpenting untuk membuat piramida dapat berdiri tegak. Sedangkan puncak kerucutnya dianggap yang tidak penting. Otomatis ketika piramida itu dijungkirkan atau dibalikkan dengan kerucut di bagian bawah, maka bagian yang terpenting berada di atas atau menjadi awal penulisan berita. Dalam aplikasi penggunaan konsep piramida terbalik , maknanya menjadi sebagai berikut:
a. Inti Cerita di Alenia Awal
b. Memudahkan Penyuntingan
c. Alur Mengalir
Dengan demikian, rekonstruksi terhadap makna “piramida terbalik” dan “piramida tegak” dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Ciri piramida tegak menggunakan alur cerita yang kronologis, SEDANGKAN piramida tegag tidak mementingkan kronologis
b. Tahapan penulisan piramida tegak: (1) introduksi, (2) fakta (pokok masalah), (3) klimaks (kesimpulan), SEDANGKAN piramida tegak tahapannya: (1) lead (inti berita-klimak), (2) atmosfir (gambaran suasana inti cerita), (3) background (latar belakang peristiwa), (4) fakta pendukung (fakta-data pelengkap).
Untuk straigh news struktur yang dipakai adalah piramida terbalik, unsur terpenting dimasukkan dalam teras, begitu seterusnya sampai unsur yang tidak penting. Sedangkan untuk news feature atau in dept news tidak terikat pada struktur piramida terbalik. Struktur lebih bebas.
PRINSIP DALAM MENULIS BERITA
Ciri tulisan yang baik adalah mudah dipahami. Karena itu perlu dilakukan langkah-langkah berikut ini:
► Buang kata atau kalimat yang tidak perlu
► Gunakan kata yang sudah akrab dengan pembaca
► Gunakan kata-kata kongkrit
► Buat lebih spesifik
► Buat kalimat positif
► Gunakan kalimat natural-sederhana
Apakah cuma itu? Nggak, masih banyak hal yang bisa kita lakukan dan dalami, tapi pada umumnya apa yang dilakukan dalam proses menulis adalah seperti itu.
MENULIS LAPORAN UTAMA
Laporan utama adalah bagian dari in dept news, jadi penulisannya harus mendalam.Sebuah laporan mendalam digunakan untuk menulis permasalahan secara lebih lengkap, mendalam-analitis, sehingga pembaca akan lebih mendalami duduk perkaranya. Kompleksitas suatu peristiwa menyebabkan suatu peristiwa perlu disoroti lewat sejumlah sudut pandang agar pembaca memperoleh pemahaman lebih baik, lebih lengkap dan menyeluruh. Sehingga dengan laporan mendalam ke arah mana suatu peristiwa berkembang akan lebih mudah dipaparkan .
Begitu pula kaitan yang lebih jelas antara sebab akibat dan lain lain. Sekarang kita akan memasuki bagian yang lebih teknis dari penulisan berita LAPUT. Ada beberapa langkah yang harus di lewati terlebih dahulu, sebelum kita menuliskan data dan hasil reportase. Bagian paling penting adalah di awal, ketika kita hendak terjun ke lapangan yaitu menentukan angel dan focus berita. Kedua hal ini penting untuk menghindari mengaburan tulisan. Angle berasal dari istilah bahasa Inggris yang berarti sudut pandang.
Dalam jurnalistik, sudut pandang ini mempunyai "arti lain". Artinya, ia tidak hanya cara bagaimana kita memandang persoalan tapi juga menentukan inti persoalan atau focus. Menentukan angle tak bisa dilepaskan dengan focus. Karena tanpa keduanya, berita akan melebar kemana-mana dan tidak terkontrol. Akibatnya, pembaca tidak akan mengerti maksud dari tulisan tersebut. Focus sendiri berarti titik perhatian dari sebuah angle yang dipilih.
Contohnya, Peristiwa Semanggi. Angle yang dipilih bisa, bagaimana jalannya peristiwa tersebut, sehingga berita yang kita tulis lebih bersifat kronologis. Atau, anglenya siapa korban dari peristiwa berdarah tersebut. Dengan angle siapa yang menjadi korban maka focusnya bisa dari Ayu (4 th) korban kebrutalan aparat. Selanjutnya silahkan berlatih sendiri.
Untuk menentukan struktur berita khususnya berita mendalam maka struktur berita yang dipakai adalah bentuk piramida. Bentuk piramida ini terdiri dari :
1. Teras berita/ lead
2. Transisi/ brigde
3. Tubuh berita
4. Penutup
Dalam penulisan ini maka semua yang disampaikan penting, mulai dari teras sampai penutup. Konsep 5W+1H disampaikan dalam keseluruhan penulisan sehingga pembaca diharuskan untuk membaca keseluruhan tulisan.
Dalam penulisan laporan utama penulis harus berhati-hati agar tulisan tidak melebar kemana-mana. Untuk itu ada beberapa teknik menulis, yaitu:
1. Spiral : setiap alenea menggarisbawahi persoalan yang disebut dalam alenea berikutnya.
2. Blok : bahan cerita disajikan dalam alenea terpisah-pisah secara lengkap
3. Mengikuti tema : setiap alene menegaskan leadnya.
Apa yang tertulis di atas adalah sekedar teori saja. Lalu bagaimana prakteknya? Karena tidak jarang setelah wawancara, hasil reportase tersebut masih tetap berupa percakapan, dan belum ditulis dalam bentuk berita.
Barangkali beberapa hal dibawah ini perlu untuk dicoba:
a. Anda harus benar-benar memahami topik yang akan anda angkat
b. Baca dan pahamilah apa yang menjadi maksud dari hasil reportase anda
c. Beri tanda pada point-point yang anda anggap “masuk” dan sesuai dengan topik anda, terlebih lagi pada angel dan focusnya
d. Juga beri tanda pada jawaban yang sama/pro atau berbeda/kontra antara narasumber satu dengan narasumber lainnya
e. Cobalah anda membuat kalimat sendiri, namun mempunyai pengertian dan maksud yang sama dengan kata narasumber, untuk menjembatani beberapa pernyataan narasumber yang “nyamburng”. (tidak untuk kutipan)
f. Jika ada jawaban yang anda anggap alternatif, kritis atau klise, maka akan bagus untuk dijadikan kutipan langsung.
g. Lengkapi hasil reportase anda dengan tambahan informasi dari pustaka dan sumber-sumber lainnya, yang anda anggap sesuai dan layak.
h. Langsung saja ditulis, dibaca ulang dan dievaluasi, apakah ada kata, kalimat atau paragraf yang “tidak nyambung” atau perlu untuk direvisi.
i. Lakukan berulang-ulang jika ingin hasil yang optimal.
Dalam menuliskan LAPUT, janganlah berandai kalau pembaca sudah tahu, sebab bukan anda yang akan membaca melainkan orang lain (ingat penggunaan istilah asing!). Sehingga jelaskan sampai detil peristiwa atau pesan anda pada pembaca, meski sudah ada media lain yang mengangkat peristiwa yang sama. Juga jangan lupa untuk melibatkan pembaca dalam tulisan. Artinya, untuk melibatkan pembaca tentukanlah keberpihakan anda sebagai seorang jurnalis.
SIASAT DAN CARA MENULIS
Informatif & Komunikatif
Usahakan-lah menulis dengan bahasa yang informatif, jelas dimengerti dan mudah sampai ke pemahaman pembaca. kata Ernest Hemingway : untuk bisa menulis prosa yang efektif penulis pertama-tama harus mengumpulkan kepingan informasi serta detil Konkret yang spesifik dan akurat -- bukan kecanggihan retorika atau pernik-pernik bahasa. Ya, begitulah.
Sebab bahasa informatif dan komikatif disini adalah bahasa-tulisan yang efektif, dan padat. Artinya hindari pemakian bahasa yang ber-tele-tele.
Sekedar contoh ;
“ menurut hemat saya …” diganti menjadi “ saya kira …”
“ agar supaya …” diganti menjadi “supaya… “ atau “ agar….” Saja.
Karena pada umumnya dalam tulisan media cetak (Jurnalistik) editor mengharapkan tulisan yang padat dan ketat.
Seseorang yang menullis karangan pendek bukanlah berarti hanya sedikit yang hendak dikatakannya, melainkan banyak hal namun dirangkai dengan kata yang tepat, sedikit dan tidak berbunga-bunga. Dengan sedikit saja maknanya akan banyak dan meninggalkan kesan yang berarti.
Signifikansi
Tulisan yang baik memiliki dampak pada pembaca. Dia mengingatkan pembaca pada sesuatu yang mengancam kehidupan mereka, kesehatan, kemakmuran maupun kesadaran mereka akan nilai-nilai. Dia memberikan informasi yang ingin dan penting diketahui pembaca. Serta meletakkan informasi itu dalam sebuah perspektif yang berdimensi: mengisahkan apa yang telah, sedang dan akan terjadi. Oleh sebab itu prinsip dasar jurnalistik (5W+1H) juga beralaku dalam karangan.
Juga perlu ketepatan, artinya prinsip “ Kata yang tepat untuk peristiwa yang tepat.” perlu diperhatikan.Seseorang yang ingin menulis, misalmnya, di sebuah media. Ia harus memperhatikan Head-line atau perkembangan berita yang sedang berjalan. Denga siasat Riding The News seseorang bisa memungkinkan tulisannya di muat.
Fokus
Tulisan yang sukses biasanya justru pendek, terbatasi secara tegas dan sangat fokus. ''Less is more,'' lagi-lagi kata Hemingway. Umumnya tulisan yang baik hanya mengatakan satu hal. Mereka mengisahkan seorang serdadu atau seorang korban, bukan pertempuran. Memperbincangkan sebuah person, sebuah kehidupan, bukan sebuah kelompok sosio-ekonomi.
''Don't write about Man, write about a man,'' kata Elwyn Brooks White, seorang humoris Amerika.
Maksudnya, untuk menciptakan warna tulisan tidak perlu royal kata. Gantilah kata yang bersifat umum menjadi kata yang mengandung makna khsus, spesifik. Contoh : “Peserta rapat itu terdiri dari berbagai suku bangsa yang ada di tanah air kita.” Sebaiknya dirubah menjadi “ peserta rapat itu terdiri dari suku Sunda, Batak, Minang dan Bali.dst.
Konteks
Tulisan yang efektif mampu meletakkan informasi pada perspektif yang tepat sehingga pembaca tahu dari mana kisah berawal dan kemana mengalir, seberapa jauh dampaknya dan seberapa tipikal. Penulis yang tak terlalu piawai akan menyajikan konteks dalam sebuah kapsul besar secara sekaligus, sehingga sulit dicerna. Penulis yang lebih lihai menggelombangkan konteks ke seluruh cerita. Namun, ada tiga unsur yang perlu diperhatikan disini yaitu ; Kebenaran isi karangan, manfaat bagi para pembacanya pada umumnya, dan enak/indah waktu dibaca. Jadi perlulah dicari konteks-nya.
Bentuk
Tulisan yang efektif memiliki sebuah bentuk yang mengandung dan --sekaligus -- mengungkapkan cerita, gagasan dan ide. Umumnya berbentuk narasi (-ilmiah). Dan sebuah narasi bakal sukses jika memiliki semua informasi (referensi tekstual dan atau faktual) yang dibutuhkan pembacanya apalagi jika gagasannya bisa diungkapkan dalam pola kronologis aksi-reaksi. Penulis harus kreatif untuk menyusun sebuah bentuk yang memungkinkan pembacanya memiliki kesan komplet yang memuaskan. Maka menguasai banyak kosa-kata untuk lebih menghasilkan karya yang lebih meyakinkan lebih diutamakan dari pada menggunakan kata yang dipinjam dari pengarang/buku lain.
KENDALA DALAM MENULIS
a. Rasa malas mencari sumber referensi. Yang bisa berupa buku-buku, media massa/elektronik, atau pengalaman. Bila rasa malas menghinggapi seorang penulis pemula, jangan harap segala impin dapat menjadi nyata. Lebih-lebih malas mencari sumber referensi, sementara dari referensi-referensi ini akan diperoleh informasi dan wawasan serta pengetahuan yang laus.
b. Krisis ide. Seorang penulis profesional bisa saja mengalami krisis ide apalagi penulis pemula. Untuk itu sebagai penulis dituntut kreatif dalam mencari ide bahasan.
c. Kurangnya berlatih. Biasanya kurangnya berlatih menulis ini akan mempengaruhi beberapa hal, yaitu ;
► Ketidak-mampuan mengembangkan masalah padahal ide sudah menumpuk di dalam otak, yang akhirnya menyebabkan kemacetan dalam menulis.
► Terjadinya bahasa yang kaku dalam penyusunan kalimat yang menyebabkan suatu artukel (tulisan) sumbang dan tidak enak dibaca.
d. Takut salah dan takut dikritik. Padahal kesalahan adalah awal berbenah diri dan memperbaiki diri. Kalau fase ini belum dilalui, sulit bagi seorang penulis untuk menjadi lebih profesional.
e. Takut gagal. Bila kegagalan pertama sudah menjadi momok bagi penulis pemula, keberhasilan pun sulit dicapai. Penulis profesional pun pernah gagal.
BAGAIMANA BELAJAR MENULIS
Ibarat orang yang ingin belajar berenang. Maka orang itu harus berani terjun langsung ke dalam air. Begitu juga dengan belajar menulis. Ada beberapa yang perlu diperhatikan untuk menuju dunia tulis-menulis (mengarang).
Berlatih, Jika ingin jadi pengarang atau penulis tanpa mencoba memulai dan latihan, walupun sejam sehari, lebih baik jangan berangan-angan untuk mejadi pengarang. Sebab bobot tulisan seseorang akan lebih tinggi manakala ia semakin rajin berlatih menulis. Dan pengalaman disana akan lebih menentukan dari pada yang lain dalam perjalanan seorang pengarang.
Berfikir, Dalam proses belajar, kebiasaan membaca juga penting dalam memperkuat katajaman menulis. Cara yang lain juga dengan sering berdiskusi. Mendengarkan radio dan menonton TV, entah rubrik/acara yang ringan atau berbobot. Hal ini menjadi penting untuk memperluas wawasan.
SEKEDAR KESIMPULAN
Tugas seorang jurnalis adalah menyampaikan berita yang belum diketahui masyarakat umum. Tapi, sebuah berita tidak harus tentang sesuatu yang besar. Berita atau tulisan yang menarik tidak mesti berangkat dari kejadian besar. Kejadian yang sepintas lalu tampak sepele atau kecil, ditangan jurnalis yang peka akan dapat menjadi bahan penulisan berita yang menarik. Ini menyangkut bagaimana cara mengemas. Ada pepatah: pena boleh sama, yang membedakan (adalah) siapa di belakangnya.
Secara sederhana, sebuah karya jurnalistik paling tidak harus menjawab pertanyaan 5 W + 1 H : Who (siapa), What (apa), When (kapan), Where (dimana), Why (mengapa) dan How (bagaimana). Prasyarat ini harus dipenuhi dalam setiap penulisan jurnalistik, baik itu straight news, spot news, feature (berita kisah), reportase, resensi, dll. Kendati demikian, untuk mengemas berita yang baik, syarat-syarat diatas belum cukup. Masih harus ditambah dengan jawaban so what? (selanjutnya bagaimana) atau what are the implications of this story? (apa implikasi dari berita itu?) dan What is the significance of the story? ( apa pentingnya berita itu ditulis?) (Info Ops)