Rabu, 20 April 2011

Suka Duka Seorang Peacekeeper



Lebanon, 19 April 2011
(catatan dari seorang peacekeeper)

Saya tidak pernah sama sekali bercita-cita untuk menjadi seorang peacekeeper, bermimpi pun tidak. Tapi inilah kondisi yang saya hadapi saat ini. Semua saya lakukan sebagai bentuk loyalitasku terhadap perintah pimpinan yang dipercayakan kepada saya. Sebelum saya menjalankan misi kemanusiaan ini sebelumnya saya melalui mekanisme test  kelayakan untuk menjadi seorang peacekeeper terlebih dahulu yang diselenggarakan oleh Mabes TNI dalam hal ini PMPP (Pusat Misi pemeliharaan Perdamaian), kesatuan yang menangani dan menyelenggarakan tentang operasi-operasi yang berbau misi kemanusiaan.
 
Dari ratusan peserta seleksi yang berasal dari ke tiga angkatan (darat, laut dan udara) hanya seratus lima puluh yang dipilih dan dinyatakan lulus termasuk saya. Beberapa persyaratan tentunya telah saya penuhi sebagai kelengkapan administrasi diantaranya; surat keterangan berbadan sehat baik jasmani dan rohani, berkemampuan berbahasa Inggris dan komputer serta harus lulus dalam menjalani psikotes.
  


Tentunya banyak suka maupun duka yang saya peroleh selama menjadi peacekeeper bahkan saat ini saya sedang menjalankan misi itu. Sisi sukacita tentunya saya merasa bangga bisa mengabdikan diri kehadapan dunia internasional dalam misi kemanusiaan dengan bentuk tugas penjaga perdamaian di negara yang biasa disebut negara seribu konflik, Lebanon.  Saat ini saya tergabung dalam naungan Unifil-lebanon yang bermarkas di Naqoura Lebanon Selatan. Bentuk sukacita yang lain adalah saya bisa bergabung dengan negara-negara kontributor pasukan perdamaian, diantara sesama satgas memiliki tujuan yang sama, memiliki misi dn visi yang sama yaitu menjalakan resolusi PBB 1701. Disinilah saya bisa menunjukkan kepada dunia internasional saya datang mewakili ratusan ribu tentara Indonesia untuk membawa misi perdamaian dan saya harus bersikap imparsial alias netral tanpa harus memihak kepada salah satu pihak yang bertikai. Demi Indonesia saya harus bisa buktikan.
 
Sisi lain cerita tentang dukacita tentunya saya tidak luput dari duka yang memang harus saya pikul. Saya manusia yang perlu bersosial baik dengan keluarga tercinta maupun dengan masyarakat. Rasa duka yang sangat dalam saya rasakan yakni ketika harus meninggalkan keluarga, anak dan istri tercinta. Masih beruntung sarana komunikasi di era saat ini sudah sangat mudah untuk kami dapat sehingga hampir setiap hari kami (saya dan keluarga) bisa saling berkomunikasi baik melalui telpun, skype, yahoo messenger bahkan sampe demam menggunakan jejaring sosial yang sedang booming facebook.  Awalnya istri saya kurang memahami apa itu yang dinamakan facebook, namun mengingat media ini merupakan salah satu media yang sangat efisien untuk dijadikan sarana berkomunikasi akhirnya secara singkat, padat dan cenderung memaksa sayapun berhasil membuat istri saya melek dunia maya khususnya facebook. Maklumlah istri saya memang berasal dari pinggiran kota Malang-jawa Timur yang hingga saat ini masih jauh dari multimedia.
 
Duka yang lebih dapat saya rasakan manakala mendapat kabar istri atau anak sedang sakit sangat-sangat mempengaruhi kondisi mental, namun apapun kondisinya saya sudah bertekad meninggalkan meraka untuk suatu tugas negara dan bukan untuk hura-hura. Memang, terkadang muncul rasa bersalah yang telah meninggalkan mereka karena sejak saya menikah dan memiliki anak hampir tidak pernah saya menungguinya dalam waktu yang cukup lama sebagaimana pasangan keluarga yang lainnya. Inilah salah satu resiko saya sebagai tentara dan resiko istri menjadi istri prajurit.
 
Sisi lain yang selalu menjadi beban pikran saya adalah manakala bertemu dengan korban perang antara Lebanon-Israel yang pecah di tahun 2006 yang biasa disebut perang 34 hari banyak  ragam derita yang mereka alami, ada yang harus kehilangan kaki atau tangan sebelah, kehilangan tempat tinggal bahkan harus berpisah dengan keluarganya yang hingga saat ini masih belum mereka ketemukan dalam artian apakah yang mereka cari masih hidup atau sudah mati, banyak dan banyak lagi ragam derita mereka. Inilah salah satu fungsi misi kami, kami harus menjaga sepenuhnya agar kedua negara tidak terjadi pertikaian kembali. Tekad kami sebagai peacekeeper, meraka harus berdamai, mereka harus saling menyadari, mereka harus saling instrospeksi dan mereka harus berhenti berperang demi ketentraman mereka masing-masing, bukan untuk kami tapi semata-mata paling tidak untuk anak cucu mereka sendiri di masa depannya.
.
Konflik kepentingan diantara dua negara bertikai hingga saat ini masih belum ada penyelesaian bahkan hampir setiap hari selalu mendengar adanya se-pasukan-an tentara Lebanon dan Israel yang masih  beradu moncong senjata-senjata mereka khususnya di wilayah Ghajar Lebanon Selatan. Situasi dan kondisi seperti ini sangatlah dilema namun kami tetap punya prinsip untuk menjalankan tugas sesuai mandat yang diberikan kepada kami oleh PBB.