Sabtu, 15 Januari 2011

Seperti Apakah Ideologi Zionis Itu?

Sebenarnya di kalangan umat Islam dan analis Arab sendiri terdapat perbedaan persepsi tentang esensi Zionis. Sebagian memandang bahwa Zionis adalah perangkat imperialisme "Barat"; pihak lain berpendapat Zionis sebagai proyek ekonomi Barat; yang lain mengatakan Zionis merupakan bentukan Yahudi-Eropa sebagai solutif atas problematika Yahudi di Benua Eropa; sebagian lagi menyatakan Zionis adalah perwujudan dari nasionalisme, budaya Yahudi; mayoritas gerakan Islam mengambil perspektif berbeda, dimana Zionis adalah representasi Yahudi — artinya keduanya satu wujud, hanya lain identitas— yang selalu menyulut konfrontasi terhadap Islam. 

Beragam cara pandang umat Islam atas Zionis tadi bisa dibenarkan karena melandaskan kepada sebagian atau sebagian besar realitas. Agar lebih mengerucut tampaknya bijak sekali bila kita mencermati sejenak sebuah pertanyaan, "apakah aktifitas Zionis selama ini merupakan representasi total agama Yahudi?" Faktanya tidak seperti itu, Zionis tidak sepenuhnya menjadi representasi agama Yahudi, sebab: 

1.   Zionis merupakan sebuah gerakan manusia yang lahir untuk mendekatkan paham keagamaan atau sebagai upaya memahami agama dengan kadar yang tidak sama. Sebagaimana halnya kita tidak bisa mengklaim bahwa Partai Kataib Masehi Lebanon, Partai Demokratik Kristen Jerman adalah representasi menyeluruh agama Kristen. Dengan begitu belum bisa dikatakan bahwa Zionis adalah perwujudan mutlak agama Yahudi.

2.  Tidak semua individu yang bekerja untuk kepentingan Yahudi benar-benar "Yahudi agamis" yang konsisten menjalankan ajaran agamanya, karena sebagian besar berkhidmat kepada bangsanya untuk menunjuk-kan loyalitasnya terhadap pertiwi dan peradaban Yahudi ... padahal ia penganut sekularisme tulen. Contoh, tahun 1947 Muh. Ali Jinah dengan mengendarai Partainya berhasil melepaskan diri dari India, mendirikan negara baru Pakistan. Pentolan dan kader militan partai kebanyakan kaum sekuler, bukan orang dengan background agama yang mapan, tetapi sekadar punya "kepedulian" untuk mendirikan negara Islam. Pada akhirnya Pakistan muncul sebagai negara berpenduduk muslim namun sayangnya  bertopang undang-undang sekuler. Ini yang kemudian menyentak ghirah perjuangan Asy-Syahid Abul A`la Almaududi yang menutup usianya di atas tiang gantungan.

3.     Zionisme —seperti yang sudah saya jelaskan— tidak hanya digerakkan oleh etnis Yahudi, di Eropa ada Kristen Protestan, gerakan-aliran besar yang ngotot memperjuangkan Zionis. 

4.     Ada golongan Yahudi yang menentang secara frontal Zionisme. Aliran "Neturei Karta" yang menolak pendirian negara Zionis-Israel tahun 1948 di Palestina karena menurut keyakinan mereka yang akan membawa bangsa Yahudi masuk ke Palestina adalah "Al-Masyih" atau "Al-Masiya". Kembalinya Yahudi ke negeri asal adalah rencana suci Tuhan yang tidak boleh dipercepat karena belum waktunya.

 Pandangan tersebut diungkapkan Dr. Muhsin, demikian adanya tak mutlak Zionisme menjadi representasi agama Yahudi. Hanya yang perlu kita perhatikan bahwa landasan ideologi gerakan ini bermuara pada konsep murni keagamaan yang berpijak kepada asas:  

a.     Yahudi adalah etnis manusia tersendiri, umat mulia yang terpisah dari umat yang lain, dengan begitu Zionis memungut ideologi agama, bukan beranjak dari konsep nasionalisme. Apa pula yang membuat Yahudi Khazari Rusia, Yahudi Yaman, Yahudi Iran, Yahudi Falasya ... dsb. kalau bukan atas dasar "loyalitas" agama.
b.     Kepeberhakan Yahudi atas tanah Palestina, yang beranjak dari ideologi agama. Walaupun sudut pandang mereka tidak sama, ada yang berpendapat hak itu berdasarkan janji Tuhan, atau hak sejarah, atau hak nasionalme, atau peradaban, atau spritual, yang jelas bahwa keyakinan atas kepeberhakan tersebut tertanam kuat di setiap benak orang Yahudi, meski hal itu mengharuskan terciptanya perbedaan sangat mencolok dalam menetapkan pola mekanismenya.

 Argumen kepemilikan Yahudi atas tanah Palestina berdasarkan hak sejarah sudah mereka sadari tidak akurat, namun tetap saja Yahudi bersikeras untuk mempertahankannya karena konteks agama menyatakan demikian dan mereka yakini itu. Oleh karenanya sampai kapan pun mereka akan tetap merasa memiliki hak atas tanah Palestina. Semua bangsa Yahudi di dunia demikian, maka rencana mendirikan negara berdaulat di Palestina akan efektif dengan menunggangi "keyakinan" ini. Mayoritas etnis Yahudi dengan sendirinya akan mendukung proyek tersebut, walaupun mereka paham pembentukan negara itu sarat kepentingan imperalisme Eropa terhadap dunia Islam. 

Saya ingin mempertegas satu hal yang saya lihat urgen untuk dibicarakan yaitu terkait memaknai kata "loyalitas" dalam perspektif Yahudi, karena sangat berjauhan sekali antara apa yang kita —umat Islam— pahami tentang konsep wala`/loyalitas, beriman-kufur, dengan apa yang mereka pahami. Dalam agama Islam ukuran keberimanan seseorang diawali dengan pengucapan syahadat, mengingkarinya akan mengakibatkan kekufuran. Yahudi tidak demikian, mereka memandang ukuran keberimanan/loyalitas itu tidak ada kaitannya dengan kepercayaan kepada Tuhan, atau mengimani Taurat tetapi yang dimaksud loyal adalah "kesetiaan sebagai sesama Yahudi dan tidak melakukan penghianatan".

Lantas mengapa loyalitas sesama Yahudi bisa menjadi asas? Hal ini karena tabiat mereka memprespektifkan diri sebagai umat pilihan yang sangat berbeda dengan umat yang lain. Bangsa Yahudi meyakini bahwa Tuhan mereankarnasi dalam tubuh mereka, itulah yang membuat mereka "PeDe" dengan mengklaim diri bangsa "suci". Padahal kalau kita kaji persepsi mereka terhadap ketuhanan, akan kita temui kekacauan, kontrakdiktif antara apa yang mereka persepsikan. Dalam "Taurat" —yang direkayasa— Tuhan sudah kehilangan kesuciannya, mereka menyifati-Nya dengan kesalahan, menangis, menyesal, belajar Talmud, bercanda dengan ikan, mengingkari janji, dsb. Kalau Tuhannya saja tidak suci, lantas bagaimana mungkin reankarnasi Tuhan dalam tubuh mereka menjadikan mereka suci. Untuk lebih mendalami klaim "suci" ini, Anda bisa mempelajari, menggali konsep keberagamaan Yahudi.   

Setelah saya awali Anda dengan berjubel/mutar-mutar pada penjelasan menuju sentral ideologi Zionis, saya ingin memaparkan hakikat seperti apa ideologi tersebut, atau ke arah mana sasarannya. Abdul Wahhab Al-Masiry menyimpulkan (Dr. Abdul Wahhab Al-Masiry, Al-Aideolojiyatu Ash-Shuhyûniyyah) sebagai:  

"Sentral pemikiran dalam ideologi Zionis hakikatnya adalah percampuran, hal saling berjalinan/overlapping secara paripurna antara konsep kesucian dan kebangsaan. Yang menjadi tafsiran atas makna manusia, tempat, dan masa. Yaitu pandangan sebagai manusia suci atau bangsa Yahudi suci. Anda akan temui bahwa persepsi Yahudi sebagai bangsa suci diulang-ulang oleh Herzl-Sekular, Bin Gorion-Sosialis, BurKhouf-Komunis, meskipun hakikat ideologi tersebut berusaha mereka sembunyikan." 

Kesimpulan Al-Masiry tentang ideologi Zionis bertautan sekali dengan peran dan statemen Abraham Ishaq Kook (1868 — 1935), seorang Hakhom/pendeta Yahudi terkemuka di Palestina yang berhasil menggiring gelombang perubahan bangsa Yahudi. Dalam perspektinya, Kook berpendapat bahwa gerakan kebangsaan —Zionisme— meskipun diringi oleh pandangan sekularis, dsb. pada akhirnya bertumpu pada kesimpulan sebagai gerakan agamis secara esensial. Yang berarti Zionis melegitimasi, menampung seluruh aliran pemikiran. Oleh karena itu, etnis Yahudi yang menganut paham sekuler/komunis/sosialis tak membuat mereka keluar dari institusi Zionis, sebab letak ideologinya berpusat pada keyakinan sebagai manusia dan bangsa suci. Itu saja!   

Lalu apa hubungannya dengan umat Islam, bila Zionis hanya bertolak dari sebuah keyakinan akan esensi kesucian belaka. Sah-sah saja klaim tersebut mereka semat menjadi doktrin kehidupan. Barangkali seperti itu soalan yang menyembul dari hakikat ideologi Zionis. Tapi, ternyata ideologi tersebut tidak puas mengakar dalam benak mereka, karena selain "merasa" diri makhluk pilihan Tuhan mereka juga memaksakan doktrin lain bahwa Palestina adalah bumi tempat manusia-manusia suci itu hidup. Pada poin inilah mereka membuat masalah dengan kita! Tanah milik umat Islam, Palestina mereka rampas, jajah, dan gagahi. Kehormatan rakyatnya mereka nodai, apalagi kalau bukan imperalisme namanya, tapi saya lebih enak menambahnya dengan terorisme. Untuk itulah jihad wajib kita gelar sampai bumi suci itu terbebas dari para agresor, teroris, dan imperalis.